PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini
dilakukan analisis bioekivalen (BE) in vitro uji disolusi terbanding. Analisis
ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan profil disolusi berbagai obat generic
yang sudah beredar dan membandingkan kemiripan (bioekivalen/BE) antar obat
generic, karena banyaknya produk obat dengan zat aktif yang sama namun diproduksi
dan dipasarkan oleh perusahaan yang berbeda. Baik itu berupa produk innovator
(produk yang dipatenkan oleh pabrik penemu) maupun produk copy (produk yang
memiliki zat aktif yang sama dan telah memenuhi standar ekuivalensi dengan
produk innovator) memiliki profil bioavailabilitas obat berbeda dan
menghasilkan efek farmakologi yang berbeda pula.
Profil
disolusi disini dibutuhkan sebagai dasar untuk menentukan bioekivalensi dari suatu obat. Disolusi itu sendiri adalah
jumlah atau persen zat aktif dari sediaan padat yang larut pada waktu tertentu
dalam kondisi baku. Kondisi yang dimaksud disini adalah misalnya dalam suhu,
kecepatan pengadukan, dan komposisi media tertentu, Uji disolusi merupakan
suatu metoda fisika kimia yang penting sebagai parameter dalam pengembangan
produk dan pengendalian mutu sediaan obat yang didasarkan pada pengukuran
kecepatan pelepasan dan melarut zat aktif dari sediaannya.
Uji
disolusi terbanding digunakan untuk uji bioekivalen secara in vitro karena
hasil uji disolusi berkolerasi dengan ketersediaan hayati obat dalam tubuh,
sehingga dengan begitu kesetaraan sifat dan kerja obat di dalam tubuh suatu
obat “copy” dibandingkan dengan obat innovator sebagai pembanding dapat
terlihat. Uji
disolusi terbanding juga dapat digunakan untuk memastikan kemiripan kualitas
dan sifat-sifat produk obat dengan perubahan minor dalam formulasi atau
pembuatan setelah izin pemasaran obat. Pada praktikum uji
disolusi terbanding ini digunakan produk obat Sanmol sebagai innovator sedangkan
produk Humagesik, Termagol dan Dapirin sebagai obat copy.
Uji disolusi dilakukan
di dalam sebuah medium yang dibuat sesuai dengan kondisi di dalam lambung atau
usus sebagai tempat penyerapan obat. Medium yang digunakan adalah dapar HCl pH
1,2 karena sesuai dengan kondisi di lambung yang bersifat asam. Dapar HCl pH
1,2 dibuat dengan mengencerkan sejumlah HCl dengan aquadest yang sudah
dipanaskan terlebih dahulu untuk menghilangkan senyawa O2 dan CO2
yang terkandung dalam aquadest . Dimana kedua senyawa ini berpengaruh terhadap
kestabilan pH dapar yang akan dibuat karena bersifat sebagai oksidator.
Medium dapar HCl pH 1,2
ini dimasukan ke dalam alat disolusi obat sebanyak ±900 ml dan dipastikan
waterbath pada alat disolusi telah mencapai suhu 37oC±0, 5oC
(suhu tubuh). Pengujian disolusi dilakukan pada 5 waktu yaitu, 10, 15, 20, 30
dan 45 menit. Dalam waktu 45 menit tersebut obat mengalami disolusi dan tiap
waktunya dapat diketahui berapa kadar obat yang telah terdisolusi dalam medium.
Mekanisme disolusi obat
secara umum di dalam tubuh yaitu obat akan
kontak dengan cairan tubuh, kemudian obat akan mengembang karena tekanan cairan
yang masuk ke dalam obat. Kemudian obat tersebut akan hancur menjadi
partikel-partikel yang akan larut dalam cairan tersebut. Mekanisme tersebut
bekerja secara in vitro pada alat disolusi . Setelah 45 menit uji disolusi
selanjutnya dilakukan kurva baku dari produk innovator, Sanmol, dengan nilai
ppm 12,11,10,9,7 dan 6. Dari penentuan
kurva baku didapatkan persamaan berikut.


Deng an menggunakan
persamaan tersebut dapat diperoleh hasil persentas e terdisolusi obat yang
diuji, baik untuk obat innovator maupun obat copy.
Seperti obat innovator
Sanmol, ketiga obat copy (Humagesik, Termagol dan Dapirin) diperlakukan sama,
diuji disolusinya kemudian ditentukan nilai persentase terdisolusinya dari
variasi ppm yang sama. Nilai-nilai persentase terdisolusi yang didapat dari
masing-masing obat copy itu dibandingkan dengan persentase terdisolusi obat
innovator melalui persamaan faktor similaritas berikut.

Dari serangkaian
perhitungan, didapat hasil factor similaritas antara obat copy terhadap obat
in novator sebag ai berikut.
Obat
Copy
|
F2
|
Humagesik
|
24.32
|
Dapirin
|
36.18
|
Termagol
|
|
Dari ketiga data factor
similar itas yang didapat, ketiga obat cop y tidak similar terhadap obat
innov ator, Sanmol. Ketidaksimil aran in i dapat disebabkan oleh banyak factor,
salah satun ya sifat fi sika kimia obat s epert i kelarutan yang belum sempurna.
Setiap obat memiliki waktu disolusi yang berbeda dikarenakan perbedaan zat
tambahan yang digunakan baik jenis zat tambahannya maupun jumlah zat yang
ditambahkan dalam formula obat.
Dilihat dari nilai
persentase disolusi berdasarkan proses pengujian yang dilakukan, dari ketiga
obat copy memiliki persentase disolusi yang kurang baik yaitu 39,19 untuk
humagesik, 75,70 untuk dapirin dan 62,04 untuk termagol, dimana persentase
disolusi yang baik menurut USP adalah sekitar 80% pada menit ke 45. Sehingga
apabila persentasi disolusi dari suatu obat
tergolong buruk, maka kemungkinan similar dengan produk obat inovatornya
pun kecil.